ANALISA KEMAMPUAN KEUANGAN PADA KETIGA DAERAH TINGKAT II DI JAWA TENGAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH

Ayu Noviani Hanum(1*)


(1) Universitas Muhammadiyah Semarang
(*) Corresponding Author

Abstract


Otonomi Daerah adalah kewenangan daerahotonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Keputusan politik pemberlakuan Otonomi Daerahdi Indonesia dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001. Tujuan otonomi daerah bagi daerah adalah untuk mewujudkan political equality, local accountability dan local responsiveness.Untuk mengukur kemandirian keuangan daerah, dapat menggunakan tiga tolak ukur, yaitu : (1) Kemampuan daerah untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, (2) Efektifitas dan efisiensi pengeluaran anggaran daerah dan (3) Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF).Dari tiga daerah kabupaten yang diteliti, yaitu Kabupaten Klaten, Pati dan Pemalang dapat di peroleh kesimpulan untuk tolak ukur pertama, bahwa ketiga kabupaten memiliki kesenjangan fiskal yang negatif selama periode 2001-2004, dengan rata-rata kesenjangan fiskal untuk Kabupaten Klaten sebesar -30,5444, Kabupaten Pati sebesar -62,3171 dan Kabupaten Pemalang sebesar -71,3171, ini berarti bahwa ketiga daerah kabupaten belum mampu memenuhi kebutuhan daerahnya.Untuk tolak ukur kedua, hasil analisis menunjukkan bahwa sektor basis di Klaten hanya memperoleh proporsi total rata-rata sebesar 27,65% dan72,35% untuk sektor nonbasis. Untuk Pati, sektor basis hanya memperoleh proporsi total rata-rata sebesar 37,01% dan62,99% untuk sektor nonbasis. Sedangkan untuk Pemalang, sektor basis hanya memperoleh proporsi total rata-rata sebesar 5,65% dan94,34% untuk sektor nonbasis. Untuk tolak ukur terakhir, yaitu DDF, hasil analisis data menunjukkan rasio-rasio DDF ketiga kabupaten masih jauh berada di angka satu (1). Rasio DDF yang pertama, yaitu perbandingan rata-rata antara PAD dengan total penerimaan daerah untuk Klaten sebesar 4,49%, Pati sebesar 9,80%, dan Pemalang sebesar 6,69%. (2) Rasio DDF yang kedua, yaitu rata-rata perbandingan antara PAD ditambah BHPNP terhadap total pengeluarandaerah juga sangat rendah, untuk Klaten sebesar 9,11%, Pati sebesar 18,06%, dan Pemalang sebesar 12,62%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan keuangan pemerintah daerah Klaten, Pati dan Pemalang dalam membiayai urusan daerah dengan sumber keuangan sendiri masih sangat rendah. Akibatnya ketergantungan terhadap pemerintah pusat semakin tinggi.Dengan tidak terpenuhinya ketiga tolak ukur yang diterapkan pada pemerintah Kabupaten Klaten, Pati dan Pemalang terhadap standar kemampuan keuangan daerah dalam menghadapi otonomi daerah, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerintah Kabupaten Klaten, Pati dan Pemalang belum mampu atau belum layak dalam melaksanakan otonomi daerah dari sektor keuangan.Kata Kunci : Otonomi Daerah, kesenjangan fiskal, sektor basis, DDF.


Full Text:

PDF

Article Metrics

Abstract view : 364 times
PDF - 67 times

DOI: https://doi.org/10.26714/mki.1.1.2010.24-32

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


 -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

MAKSIMUM: Media Akuntansi Universitas Muhammadiyah Semarang 
ISSN 2087-2836 (print) | ISSN 2580-9482 (online)
Organized by Department of Accounting, Faculty of Economic and Business, Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang, Indonesia
Published by Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Semarang
W : https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/MAX
E : maksimum@unimus.ac.id, nurcahyo@unimus.ac.id

Maksimum: Media Akuntansi Universitas Muhammadiyah Semarang is licensed under a Creative Commons Attribution Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International License.